Minggu, 14 November 2010

Awal segalanya.... (part 1)

Dijaman modern ini, menjadi seorang pemangku (pemimpin upacara) bukan menjadi pilihan cita-cita seseorang. Banyak yang justru menolaknya disaat ternyata tugas itu diserahkan kepadanya oleh adat bahkan oleh Tuhan sekalipun. Mengapa? Mungkin salah satunya karena masa depan menjadi seorang pemangku dianggap suram terutama dari segi ekonomi.
Dan inilah yang tiyang alami sebelumnya...
Terlahir di keluarga berada 30 tahun yang lalu namun pekerja keras telah membentuk pribadi tiyang menjadi seorang wanita mandiri. Demgam berbagai prestasi akademik yang telah tiyang raih sejak di bangku sekolah membuat tiyang memiliki cita-cita yang sangat tinggi saat usia remaja. Menjadi "Wanita Karir". Dan keluarga pun sangat mendukung serta berusaha memfasilitasinya. Berbagai usaha telah tiyang coba dirikan, mulai dari restoran, bengkel pengecatan mobil, waralaba. Namun entah mengapa semua usaha itu terhenti ditengah jalan, justru disaat sedang jaya. Dan itupun disebabkan oleh alasan yang tidak rasional. Hingga akhirnya tiyang putuskan untuk mengajar sekaligus mengelola lembaga pendidikan milik orangtua tiyang bersama saudara-saudara tiyang yang lain.
Namun perkawinan tiyang dengan suami telah mengubah segalanya. Sejak awal tiyang menikah, satu demi satu tugas diberikan oleh leluhur. Mulai dari mengabenkan, nyegara-gunung hingga kami berdua diharuskan untuk mawinten di merajan (Januari 2010). Dan itupun tak berhenti sampai disitu. Ternyata tiyang berdua harus lebih meningkatkan kesucian diri dengan mawinten lagi dan lagi hingga pawintenan terakhir yakni pawintenan panca resi. Dan bahkan terakhir harus mencari seorang penuntun.
Kebimbangan mendera, pertanyaan mulai mengusik pikiran tiyang berdua. Kami harus menjadi apa? Satu demi satu orang-orang suci kami datangi, namun tak satupun bersedia menjadi penuntun kami. Semua bertanya, siapa kami? Pemangku atau Balian?
Ya Tuhan, sesulit inikah jalan untuk menuju padaMu?
Kesedihan, keterpurukan ekonomi dan hantaman masalah sudah bertubi-tubi datang, namun mengapa disaat kami pasrah dan ikhlas menyerahkan diri justru Beliau menguji kami lagi. Siapakah kami ya Tuhan... doa ini terus terucap disetiap detiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar